RRiHac's Blog
Friday, April 07, 2017

UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi - Sistem Informasi

UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi berserta Contoh Kasus

Berikut adalah bunyi UU No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi :
Pasal 36
1)      Perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan ke wilayah udara Indonesia tidak diwajibkan memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
2)      Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan ke wilayah udara Indonesia di luar peruntukannya, kecuali:
a)      untuk kepentingan keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta benda, bencana alam, keadaan marabahaya, wabah, navigasi, dan keselamatan lalu lintas penerbangan; atau
b)      disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara telekomunikasi; atau
c)      merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas bergerak penerbangan.
3)      Ketentuan mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Setelah kita memahami pasal diatas berikut adalah salah satu contoh pelanggaran yang berhubungan langsung dengan pasal 36. Kasus tersebut dilansir oleh kompas.com http://regional.kompas.com/read/2017/04/03/11511211/gunakan.rt.rw.net.4.warga.bengkulu.terancam.penjara.6.tahun

JUDUL KASUS : Gunakan RT/RW Net, 4 Warga Bengkulu Terancam Penjara 6 Tahun

BENGKULU, KOMPAS.com - Kepolisian Daerah Bengkulu menetapkan empat orang pengusaha warung internet yang menggunakan sistem jaringan RT/RW Net.
Dengan teknologi RT/RW Net ini warga dimungkinkan untuk mendapatkan akses internet 24 jam dengan biaya relatif murah.
Keempat orang tersangka itu yakni JM (40), AP (35), In (39), dan Qr (30). Meski ditetapkan tersangka keempat pelaku tidak ditahan oleh polisi dengan pertimbangan tertentu.
"Keempat pelaku merupakan warga Kabupaten Bengkulu Utara, umumnya mereka telah melakukan bisnis tersebut sekitar lima tahun lebih dengan jumlah pelanggan berkisar 50 hingga 200 pelanggarn," kata Kasubdit I Tipid Indagsi, Polda Bengkulu, AKBP. Edi Sujatmiko bersama Panit Iptu Budimansyah, Senin (3/4/2017).
Edi Sujatmiko menyebutkan, awal mula ditetapkannya keempat pengusaha warnet itu berawal dari kerjasama Balai Loka Monitor Frekwensi (Balmon) di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika. Balmon menemukan pelanggaran UU nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi yakni jaringan RT/RW Net tak berizin yang telah berlangsung lama.
Polisi menyita barang bukti berupa antena, receiver, radio, TV Link, wireless, dan lain-lain. Barang tersebut meski disita namun dititip rawatkan pada keempat tersangka. Pelanggan keempat pelaku tidak saja warga biasa namun ada juga lembaga sekolah seperti SLTA.
"Meski kami sita barang bukti masih ada pada tersangka, aktivitas mereka tidak kami hentikan karena ada beberapa sekolah yang ternyata juga menjadi pelanggan mereka. Kalau jaringannya diputus maka aktifitas sekolah bisa terhenti, apalagi saat ini jelang masa ujian. Itu bentuk kebijakan kami," tambah Edi.
Meski tindakan keempat pelaku melanggar hukum namun polisi mengambil langkah bijaksana terhadap beberapa aspek kebutuhan internet untuk rakyat.
"Memang RT/RW Net ini izinnya harus ke Kementerian Komunikasi dan Informatika, cukup panjang alurnya. Sementara di daerah banyak titik blank spot yang tidak mampu dijangkau akses internet oleh Telkom. Sementara masyarakat butuh internet. Ini keterbatasan pemerintah. Kami berharap pemda dapat membuat aturan yang lebih memudahkan sehingga  rakyat dapat menikmati internet dengan mudah," sebutnya.
Ia menambahkan, area blank spot di Indonesia termasuk di Bengkulu cukup banyak, sementara masyarakat butuh jaringan internet.  Sehingga muncul pelaku bisnis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun di sisi lain UU mengatur pengelolaan area blank spot.
"Harusnya Pemda dan kementerian menjembatani dengan memberi kemudahan dan kecepatan dalam memberikan perizinan. Dalam perkara ini Dinas Infokom juga akan kami mintai keterangan," ujarnya.
Atas perkara ini keempat tersangka dijerat dengan pasal 47 Jo pasal 11 ayat 1 Jo pasal 7 huruf B UU Nomor 36 tahun 199 tentang telekomunikasi ancaman penjara maksimal 6 tahun dan denda Rp 600 juta.
Akademisi dan praktisi IT, Onno W. Purba ikut mengomentari kasus ini. Ia mengatakan, pada jaman dulu telekomunikasi adalah alat yang sangat strategis untuk perang kemerdekaan butuh modal besar, hanya segelintir orang yang bisa meng-install dan mengoperasikannya. Akibatnya telekomunikasi di atur lewat UU.
"Sekarang ini, teknologi semakin murah, semakin mudah, semakin terjangkau contoh sentral telepon dengan kemampuan 5000 call/second dulu harga Rp 3miliar, sekarang bisa bikin sendiri dengan harga Rp 10 juta. Dulu tahun 2000-an leased line 64Kbps harga Rp 4 juta / bulan. Sekarang Internet 24 jam 1-2Mbps harga Rp 200.000 sampai Rp 300.000 / bulan akibatnya semua orang sebetulnya gampang banget mau bikin telkom, Internet sendiri. Pilihan regulator sekarang mau berpihak ke operator? atau mau berpihak ke rakyat? itu aja sih," sebutnya.

Pendapat :
Kasus ini diawali karna terbatasnya dan masih mahalnya provider internet pada daerah Bengkulu sehingga oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan peluang tersebut untuk membuat provider internet secara illegal, hal ini jelas jelas melanggar pasal 36 butir ke (3) yang berbunyi “Ketentuan mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.”  Tetapi polisi masih memberikan kelonggaran karna banyak dari pelanggan jaringan RT/RW Net ini adalah sekolah-sekolah yang sangat membutuhkan akses internet menjelang diadakannya UN. Dengan terjadinya kasus ini diharapkan pemerintah lebih memperhatikan tentang akses internet dan meratakan penyebaran akses internet pada kota Bengkulu dengan harga yang terjangkau. Orang yang umumnya ahli pada bidang IT sebaiknya memahami UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekominukasi agar menjadi seorang yang profesional dalam profesi bidang IT tersebut, seharusnya mereka mendapatkan bimbingan dan pengarahan terkait etika dan profesi di dalam bidangnya masing-masing sebelum akhirnya mereka terjun menjadi seorang yang profesional

SUMBER :